Satu lagi misteri yang sampai saat ini masih juga belum terungkap dan masih menjadi ajang perdebatan baik kalangan scientist
dan ahli sejarah, merupakan satu misteri besar dalam sejarah. Sebuah
wilayah di kawasan Samudera Atlantik yang menelan banyak korban.
Dilaporkan ratusan kapal laut dan pesawat udara hilang di areal ini,
lenyap sama sekali tanpa bekas. Zona maut yang dikenal sebagai Segitiga
Bermuda (Bermuda Triangle)!
Zona itu membentuk segitiga imajiner
seluas 4 juta km persegi. Segitiga itu akan terbentuk di peta seandainya
sebuah garis ditarik dari Kepulauan Bermuda (teritorial Inggris)
sebagai titik di wilayah utara; menuju ke Puerto Rico (AS) sebagai titik
di selatan; kemudian diteruskan ke Miami (Negara Bagian Florida, AS)
sebagai titik di barat; dan garis terakhir ditarik dari Miami menuju
Kepulauan Bahama. Kisah tentang keanehan di kawasan Samudera Atlantik
itu tidak diketahui pasti sejak kapan persisnya, namun berbagai cerita
yang berkembang merujuk sejak masa pelayaran pertama melintasi daerah
barat daya Kepulauan Bermuda.
Bahkan Christopher Columbus
pernah mencatat misteri yang terjadi di sini dalam pelayaran
penjelajahan samuderanya. Tahun 1942, saat Colombus bergerak menuju
Amerika, ia melintasi Samudera Atlantik yang termasuk kawasan Segitiga
Bermuda. Ia mencatat tentang laut yang tampak aneh walau cuaca tampak
baik. Kompas kapal-nya tiba-tiba mengalami kekacauan, berputar tak tentu
arah. Colombus mencatat, pada suatu malam kru kapalnya melihat pijar
bola-bola api di angkasa yang menghujam laut. Namun seluruh pelayaran
Colombus terbilang aman.
Menurut catatan lain, sebuah
kapal Atlanta berbendera Inggris (1880) dilaporkan lenyap dikawasan
Segitiga Bermuda. Seluruh penumpang berjumlah ratusan pelaut dan perwira
AL Inggris lenyap tak berbekas. Lalu Oktober 1951, kapal tanker
Southern Isles lenyap ketika berlayar dalam konvoi. Iring-iringan kapal
lain hanya melihatnya cahaya kapal itu terakhir kali sebelum hilang
tanpa bekas. Insiden lain kapal tanker Southern Districts tenggelam
dengan cara yang sama pada Desember 1954. Ia hilang tanpa meninggalkan
SOS ketika berlayar melintasi wilayah Segitiga Bermuda menuju utara arah
South Carolina.
Masih banyak lagi kapal-kapal
laut yang dilaporkan hilang di wilayah yang juga dijuluki Segitiga Setan
(Devil’s Triangle) itu. Tak kurang dari ratusan kapal lenyap tanpa
bekas sama sekali. Dan bukan hanya kapal-kapal laut, pesawat terbang
juga tak luput dari naas.
Sebut saja yang terbesar adalah
hilangnya satu skuadron pesawat latih AL AS, Flight 19 pada 5 Desember
1945. Lima pesawat pembom Grumman TMB-3 Avenger itu lenyap beserta 14
pilot dan kru-nya. Satu insiden dalam dunia penerbangan yang paling
menghebohkan. Bahkan satu pesawat amfibi PBM Mariner yang mengemban misi
penyelamatan kelima pesawat itu mengalami nasib serupa, hilang di
Segitiga Bermuda sekitar beserta 13 kru dan tim SAR.
Semua kapal laut atau pesawat
udara yang dilaporkan hilang di Segitiga Bermuda, memang tidak pernah
ditemukan bangkainya bahkan seluruh korban manusianya juga hilang tanpa
bekas. Inilah yang membuat banyak ahli pusing dan berspekulasi mengenai
sebab musabab peristiwa seperti itu bisa terjadi.
Beberapa Teori Penjelasan
Sampai tahun 1999 saja, tercatat
masih ada kapal modern berukuran besar yang hilang tanpa jejak di
Segitiga Bermuda. Banyak teori yang kemudian dihubung-hubungkan dengan
peristiwa yang terjadi di Segitiga Bermuda. Kenyataannya, misteri di
Segitiga Bermuda belum jua terkuak hingga kini.
Dari sekian banyak teori, ada
yang menyebutkan teori pelengkungan waktu, medan gravitasi terbalik,
abrasi atmosfer, teori anomali magnetik-gravitasi. Di samping itu masih
ada teori tentang fenomena gempa laut, serangan gelombang tidal, hingga
lubang hitam (black-hole) yang hanya terjadi di angkasa luar sana. Dan
ada juga yang menghubungkannya dengan UFO dan menghilangnya Benua
Atlantis.
Dari sekian banyak konsep dan
teori yang berupaya menjelaskan fenomena alam itu, justru Lawrence David
Kusche memberikan penjelasan kontroversial. Dalam bukunya The Bermuda
Triangle Mystery Solve (1975), Kusche mematahkan semua anggapan dan
teori spekulasi yang diajukan terhadap Segitiga Bermuda. Ia lebih
menganggap peristiwa yang terjadi di kawasan itu terlalu
dibesar-besarkan.
Beberapa kesimpulan Kusche:
kapal-kapal dan pesawat terbang yang dilaporkan hilang di daerah
tersebut tidak begitu besar secara signifikan bila dibandingkan dengan
yang terjadi di belahan samudera lainnya. Ia menyatakan, dalam daerah
yang sering mengalami badai tropis, jumlah yang hilang itu sebagian
besarnya tidaklah begitu menyolok ataupun bersifat misterius.
Kusche beranggapan, angka-angka
yang menunjukkan jumlah korban itu sendiri cenderung membesar-besarkan
hasil riset. Misalnya, sebuah kapal boat dinyatakan hilang, namun
akhirnya dia kembali dan tidak dilaporkan. Ia juga “menyindir” para
penulis yang terlalu membesar-besarkan perihal misteri di Segitiga
Bermuda walau datanya kurang atau karena salah tafsir demi kepentingan
sensasi.
Apapun ceritanya, setidaknya
Segitiga Bermuda tetap menyimpan misteri. Banyak ahli masih mengkaji
fenomena alam ini. Masih diperlukan penjelasan ilmiah yang bisa menjawab
semua pertanyaan besar itu tanpa keraguan. (berbagai sumber)
Lenyapnya Flight 19 !
Satu kisah yang mengubah mitos
Segitiga Bermuda adalah misteri hilangnya Flight 19. Skuadron 5 pesawat
pembom AL AS itu hilang tanpa jejak di kawasan Segitiga Bermuda saat
melakukan latihan rutin. Bahkan satu pesawat amfibi tim penyelamat
pertama yang mencoba mencarinya juga dilaporkan hilang beserta seluruh
kru dan tim SAR.
Hari itu 5 Desember 1945. Di
Naval Air Station Fort Lauderdale (pangkalan udara AL AS), Florida, lima
pesawat pembom TBM Avenger dipersenjatai dan bahan bakar diisi penuh
untuk penerbangan lima jam. Kru darat melaporkan kelima pesawat pembom
itu laik terbang dan kondisi mesinnya prima. Kelimanya dipersiapkan
untuk latihan terbang tempur rutin.
Pukul 14.10, kelima pesawat itu
dengan kode penerbangan Flight 19 lepas landas dari pangkalan dengan
pilot pelatih Letnan Charles Taylor yang juga menjadi komandan
penerbangan. Taylor dikenal sebagai pilot tempur yang cakap dan
berpengalaman pada perang Pasifik melawan Jepang di masa Perang Dunia
II. Ia akan melatih 14 pilot, navigator dan juru tembak pesawat
melakukan manuver tempur dan pemboman di sekitar Samudera Atlantik.
Misi latihan ini melewati rute
penerbangan ke timur sejauh 56 mil menuju Beting Hens and Chickens, di
selatan Grand Bahama untuk melakukan latihan pemboman rendah sebelum
manuver ke 67 mil ke timur, 73 mil ke utara dan lantas 120 mil kembali
ke pangkalan di Lauderdale.
Hari itu cukup cerah. Bagian
pertama misi berlangsung lancar sampai sesi pengeboman di Beting Hens
and Chickens sekitar pukul 14.30. Pada pukul 14.40 seluruh formasi
pesawat bergabung kembali dan mengarah ke timur menuju Great Stirrup Cay
yang terletak 67 mil mengarah ke timur dan 113 mil ke timur Florida.
Awal Tragedi
Sekitar pukul 15.10 mereka
menuju ke arah baratdaya. Dari sini komunikasi sesama pesawat latih
terdengar membingungkan. Kru darat yang memantau latihan menafsir bahwa
telah terjadi sesuatu di atas sana, namun ia belum mendapat konfirmasi
dari komandan latih yakni Lt Taylor.
Pukul 15.45, Letnan Robert Cox,
instruktur penerbangan senior yang sering terbang mengitari Fort
Lauderdale dan bergabung dengan skuadron latih, memantau Flight 19. Ia
mendengarkan prosesi latihan melalui radio komunikasi yang mulai kacau.
Pukul 16.00, Letnan Taylor
mengontak Letnan Cox bahwa kedua kompas miliknya rusak dan ia kehilangan
arah penerbangan. Lewat radio ia memberitahu bahwa pesawatnya berusaha
untuk kembali ke Fort Lauderdale dan kemungkinan sedang melintas di
Florida Keys. Namun, ia tak bisa memastikan arah penerbangan untuk
kembali ke pangkalan.
“Saya berada di ketinggian 2.300
kaki. Jangan datang kemari.” Letnan Taylor merasa yakin bahwa dia sudah
berada di kawasan Florida Keys yang mengarah menuju utara ke Teluk
Meksiko. Dipantau ketat melalui radio, setelah terbang ke utara selama
sejam, Taylor kembali ke arah timur yang diyakininya akan membawa
seluruh skuadron kembali ke arah Florida menuju pangkalan. Waktu berlalu
dan senja mulai menyarungi angkasa, namun kelima pesawat belum juga
mendarat di pangkalan.
Saat malam menjelang, pada pukul
18.04 transmisi radio terakhir terdengar dari Flight 19 yang
mengindikasikan mereka berada di utara Bahama dan jauh di timur Florida.
Letnan Taylor menyatakan bahwa bahan bakar pesawat pembom yang mereka
terbangkan semakin menipis.
Pada 18.20, Taylor berinisiatif
untuk meneruskan perjalanan ke arah timur. Ia memberi perintah darurat
kepada seluruh pilot untuk merapatkan formasi agar bisa saling memantau.
Lalu terdengar transimisi terakhir yang terpotong-potong: “Kita akan
mendarat begitu melihat daratan… jika bahan bakar tinggal 10 galon, maka
kita melakukan pendaratan di laut…”. Pada masa genting ini komunikasi
radio dengan Flight 19 mengalami gangguan. Suaranya tak jelas kabur dan
akhirnya menghilang. Suara terakhir yang terpantau adalah: “We are entering white water…, nothing seems right. We don’t know where we are, the water is green, no white….”
Misi Pencarian
Sampai pukul 19.00 ternyata
tidak ada kabar lagi dari Flight 19. Kru darat di Fort Lauderdale
kemudian meminta bantuan seluruh penerbangan AL AS untuk melakukan
pencarian. Panggilan darurat itu dijawab dengan mempersiapkan sebuah
pesawat amfibi Martin PBM Mariner dengan tim SAR laut militer. Semua kru
dan tim berjumlah 13 orang.
Pukul 19.47, pesawat itu
mengudara dan menjalankan misi pencarian. Namun naas, 23 menit setelah
mengudara transmisi radio dari pesawat pencari ke darat tiba-tiba
terputus. Dan tidak ada kabar mengenai pesawat tersebut. Belakangan ada
laporan dari dua tanker yang berlayar di sekitar perairan tersebut bahwa
mereka melihat bola api menghujam ke laut. Namun setelah mendekat ke
arah jatuhnya bola api, mereka hanya menemukan sejumput genangan minyak
tanpa ada bekas lain. Pencarian berskala besar pun dilakukan yang
berlangsung hingga 10 Desember 1945. Dilakukan penyisiran di seluruh
kawasan yang mungkin bisa dilalui Flight 19, namun hasilnya tetap nihil.
Misi pencarian ini adalah yang
terbesar dalam sejarah yang melibatkan ratusan kapal laut dan pesawat
udara. Namun, kelima pesawat dalam Flight 19 tidak ditemukan jejaknya
sama sekali begitu juga pesawat penyelamat PBM Mariner. Belakangan
disimpulkan, pesawat penyelamat yang hilang itu diduga meledak karena
kebocoran bahan bakar. Tetapi lima pesawat lain sama sekali tidak
diketahui bagaimana persisnya mereka bisa menghilang. Berbagai
penjelasan dibuat untuk mengungkap misteri ini, namun hasilnya tetap
saja tidak memberikan solusi pasti. Inilah bencana terbesar dalam
sejarah penerbangan yang menambah seram misteri Segitiga Bermuda.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !